Kamis, 24 Desember 2015

Prabu Siliwangi

BENARKAH masyarakat adat Sunda meyakini Prabu Siliwangi sebagai sosok yang dikaitkan dengan mitos dan penuh mistik? Sampai-sampai Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi mengajak masyarakat untuk menyebut nama Prabu Siliwangi sebanyak tiga kali, saat melintasi Jalan Tol Cikopo- Palimanan. Mengingat jalan tol tersebut sering terjadi kecelakaan hingga berujung maut.
“Jika ingin selamat di Jalan Tol Cikopo-Palimanan, selain berhati-hati dan tidak mengendarai kendaraan di atas kecepatan maksimal, dan yang paling utama harus menyebut nama Prabu Siliwangi sebanyak tiga kali,” ungkap Dedi.
Bahkan Bupati Gianyar Provinsi Bali, Anak Agung Gede Agung Barata saat  Festival Purwakarta Gianyar di Alun-alun Purwakarta (14/3) menyebut Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi sebagai Prabu Siliwangi masa kini.
Ulama kharismatik asal Jawa Barat, KH Muhammad Husni Thamrin, menepis anggapan bahwa Prabu Siliwangi adalah seorang beragama Hindu. Sebagai orang Sunda yang tahu sejarah Jawa Barat, Kiai Husni Thamrin menegaskan Prabu Siliwangi menikah dengan Nyi Subang Larang, saksinya adalah ulama besar Syekh Quro yang makamnya di Karawang.
“Dari hasil pernikahannya, pasangan Prabu Siliwangi dan Nyi Subang Larang itu dikaruniai dua orang anak, yang bernama Kiansantang dan Rara Santang. Rara Santang kemudian menikah dengan Syarif Hidayatullah yang dikenal Sunan Gunung Jati. Karena itu, pendapat yang mengatakan, mereka keturunan Hindu itu sangat keliru,” ungkap Kiai Husni Thamrin di hadapan masyarakat Purwakarta dan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Syihab, Sabtu (19/12) lalu.
Menurut Pimpinan Majelis Al Ihya Bogor ini, orang Sunda di Purwakarta harus angkat bicara, untuk menegaskan bahwa mereka orang Islam. Ia berpesan umat Islam Purwakarta agar tidak diam. Purwakarta harus dipelihara akidah dan iman Islamnya, sebagaima identitas Purwakarta sebagai kota Santri. Purwakarta, menurutnya, harus menjadi benteng ahlusunnah wal jamaah.
“Lihat keadaan sekeliling kita saat ini, kita harus cintai Islam, kita peluk Islam dengan erat, tetapi Islam abangan, Islam kejawen, Islam budi luhur, itu harus dihilangkan,” jelasnya.
Hal senada juga dikatakan ulama asal Banten, KH Fachrurrozi yang mengaku sebagai keturunan dari Raja Padjajaran Prabu Siliwangi ke-21 dari Nyi Mas Ratu Rara Santang.
“Dahulu keluarga saya, nenek moyang saya, Kian Santang dengan orang tuanya Prabu Siliwangi berjuang supaya masyarakat pada masuk Islam,” ujar Kyai Fachrurrozi, dalam aksi yang digelar di Gedung Sate Bandung sebelumnya (7/12).
Dikatakan KH Fachrurrozi, Dedi Mulyadi ingin menyesatkan saudara-saudara muslim di Purwakarta, dengan mencatut nama Prabu Siliwangi. Dedi mengatakan, jika ingin selamat saat melewati jalan tol Cipali harus menyebut nama Prabu Siliwangi sebanyak tiga kali.
Mitos Prabu Siliwangi
Siapakah sebenarnya Prabu Siliwangi yang diyakini masyarakat Sunda selama ini? Kisah Prabu Siliwangi sangat dikenal dalam sejarah Sunda sebagai Raja Padjajaran.
Salah satu naskah kuno yang menjelaskan tentang perjalanan Prabu Siliwangi adalah kitab Suwasit. Kitab tersebut menceritakan perjalanan Prabu Siliwangi dimulai dari ayahnya, Prabu Anggararang, Raja Kerajaan Gajah.
Setelah Prabu Anggararang merasa puteranya layak memangku jabatan raja, akhirnya kerajaan diserahkan kepada Pangeran Pamanah Rasa (sebelum bergelar Siliwangi).
Mengenai nama Siliwangi, dijelaskan bahwa nama tersebut adalah gelar setelah Pangeran Pamanah Rasa masuk Islam sebagai salah satu syarat mempersunting murid Syaikh Quro, yakni Nyi Ratu Subanglarang.
Dari isteri ketiga ini, kemudian melahirkan Kian Santang yang bergelar Pangeran Cakrabuana di Cirebon dan Rara Santang, ibunda Sunan Gunung Jati.
Bersamaan dengan luasnya wilayah Gajah, kemudian Prabu Siliwangi menciptakan senjata Kujang, berbentuk melengkung dengan ukiran harimau di tangkainya.
Senjata tersebut kemudian menjadi lambang Jawa Barat. Nama kerajaan Gajah pun diganti menjadi kerajaan Padjajaran. Ihwal nama itu dimaksudkan untuk menjajarkan (menggabung) kerajaan Gajah dengan kerajaan Harimau Putih.
Kisah dalam Kitab Suwasit diakhiri dengan mokhsa (menghilang) dan dipindahkannya kerajaan Pajajaran ke alam Gaib bersama Harimau Putih.
Pada kitab yang sudah diterbitkan oleh Jelajah Nusa, dikisahkan setelah menjadi kerajaan Gajah, Pangeran Pamanah Rasa melakukan pengembaraan hingga di sebuah hutan di wilayah Majalengka.
Ketika hendak meminum air dari curug (air terjun), Pangeran Pamanah Rasa dihadang oleh siluman Harimau Putih sehingga terjadi pertarungan hebat hingga setengah hari. Namun oleh Pangeran Pamanah Rasa, siluman Harimau itu bisa dikalahkan dan tunduk padanya.
Kitab yang diterbitkan dengan sambutan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan itu kemudian mengisahkan bahwa Harimau Putih berubah wujud menjadi manusia untuk mendampingi pengembaraan Pangeran Pamanah Rasa hingga menaklukkan kerajaan Galuh dengan bantuan Harimauu Putih. Bahkan disebutkan, ketika terjadi penyerangan oleh kerajaan Mongol (mungkin masa Kubilai Khan), kerajaan Gajah dibantu pasukan Harimau Putih.
Tentunya, meskipun kental dengan unsur mitos, kitab tersebut merupakan sumber sejarah yang sangat penting. Hilangnya Prabu Siliwangi beserta kerajaannya sampai saat ini masih menjadi misteri yang belum terpecahkan sehingga banyak beredar cerita-cerita Moksanya Prabu Siliwangi.
Yaya Suryadarma, seorang Muslim bersuku Sunda yang juga Ketua Jaringan Jurnalis Indonesia (JJI) mengaku cerita sejarah yang mengisahkan Prabu Siliwangi telah bercampur dengan mitos.
“Saya sebagai orang Sunda yang Muslim menganggap kisah Prabu Siliwangi ada unsur takhayul atau mitosnya. Legenda tetap legenda. Namun, harus diakui, mitos itu seolah menjadi lumrah bagi masyarakat Sunda. Tentu, antara sejarah yang ilmiah dan mitos harus dipisahkan,” terangnya.
Yang pasti, Yaya sebagai Muslim, tidak menyakini atau pun memohon pada kekuatan lain seperti Prabu Siliwangi, selain kepada Allah SWT.
“Hanya kepada Allah, tempat saya berlindung, meminta dan mohon keselamatan. Bukan  kepada Prabu Siliwangi,” ujar dia. [Desastian/Islampos]
Sumber:Islampos

Dengan Maulid Nabi Besar Muhammad SAW
Kita Tiru Akhlak Beliau

Tidak ada komentar: